Laman

Selasa, 07 Juni 2011

RUANGAN


"Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5)

Kisah dibawah ini adalah sebuah mimpi yang dialami oleh Joshua Harris.
Dalam mimpi saya menemukan diri saya berada dalam sebuah ruangan yang mulai dari lantai, tembok hingga langit-langitnya dipenuhi dengan arsip berisi kartu-kartu indeks kecil dengan judul-judul yang berbeda. Dan kemudian tanpa diberi tahu, saya tahu persis dimana saya berada. Ruangan tanpa kehidupan dengan arsip-arsip kecilnya adalah sebuah sistem katalog sederhana dari kehidupan saya. Disana tertulis setiap tindakan saya setiap saat, baik besar maupun kecil, dalam rincian yang tidak dapat ditandingi dengan daya ingat saya.
Suatu perasaan kagum dan ingin tahu disertai dengan ketakutan yang berkecamuk didalam diri saya ketika saya mulai membuka arsip-arsip itu secara acak dan menyelidiki isinya. Beberapa membawa kenangan manis dan sukacita, yang lain memalukan dan saya sesali sehingga saya akan melihat melalui pundak saya apakah seseorang sedang memperhatikan saya. Judul arsip-arsip tersebut bervariasi mulai dari yang biasa sampai yang aneh sama sekali : Buku-buku yang pernah aku baca, kebohongan-kebohongan yang pernah aku buat, penghiburan yang pernah aku berikan, lelucon-lelucon yang pernah kutertawakan, cemoohan yang pernah kusampaikan kepada saudara-saudaraku, "hal-hal yang telah kulakukan dalam kemarahan, "gerutuan yang pernah aku sampaikan kepada orang tuaku".
Setiap kartu menegaskan kebenaran. Masing-masing kartu bertuliskan tulisan tangan saya sendiri dan setiap kartu saya tandatangani.
Tiba-tiba saya merasakan suatu kemarahan seperti seekor binatang. Satu pikiran mendominasi otak saya : "Tidak ada seorangpun yang boleh melihat kartu-karti ini! Tidak satu orang pun yang akan pernah melihat ruangan ini. Saya harus menghancurkan semuanya. Saya harus mengosongkan ruangan ini dan membakar kartu-kartu tersebut. " Tetapi ketika saya mengambil arsip itu dan memukul-mukulkannya ke lantai, saya tidak dapat mencabut satu kartupun. Saya menjadi putus asa dan menarik keluar sebuah kartu, hanya untuk menemukan bahwa kartu itu sekuat baja ketika saya berusaha untuk merobeknya.
Merasa kalah dan benar-benar putus asa, saya mengembalikan arsip itu ketempatnya. Sambil menyandarkan dahi saya ketembok, saya mengeluarkan keluhan panjang mengasihani diri sendiri dan kemudian saya melihat sebuah arsip lain. Judul arsip itu adalah "Orang-orang yang pernah saya ceritakan tentang Injil".Pegangannya lebih terang daripada yang ada didekatnya, lebih baru, hampir tidak pernah digunakan.
Dan kemudian air mata pun mengalir. Saya mulai menangis. Saya terisak begitu hebat sampai rasa sakitnya terasa diperut saya dan mengguncangkan saya. Saya jatuh berlutut dan menangis. Saya berteriak karena malu, sangat malu. Tidak ada satu orang pun boleh mengetahui ruangan ini. Saya harus menguncinya dan menyembunyikan kuncinya. Tetapi kemudian saat saya menyeka air mata saya, saya melihat DIA.
Saya memperhatikan dengan pasrah ketika Ia mulai membuka arsip-arsip dan membaca kartu-kartu di dalamnya. Saya tidak tahan melihat respons-Nya. Dan disaat saya memberanikan diri memandang wajah-Nya, saya melihat suatu kesedihan yang lebih dalam daripada kesedihan saya. Akhirnya Ia berpaling dan memandang saya dari seberang ruangan. Ia memandang saya dengan belas kasihan dimata-Nya. Tetapi bukan kemarahan. Ia menghampiri saya dan merangkul saya. Bisa saja Ia mengatakan begitu banyak hal. Tetapi Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya menangis bersama saya.
Kemudian Ia bangkit dan berjalan kembali ke dinding arsip tersebut. Dimulai dari ujung ruangan yang satu, Ia mengeluarkan sebuah arsip dan satu demi satu, Ia mulai menuliskan nama-Nya diatas nama saya pada setiap kartu. "Tidak!" saya berteriak, buru-buru menghampiri Dia. Nama-Nya tidak seharusnya ada di kartu-kartu ini. Tetapi nama itu telah tertera, ditulis dengan begitu nyata dan jelas dengan tinta merah. Nama Yesus menutupi nama saya. Nama itu ditulis dengan darah-Nya.Dengan lembut Ia mengembalikan kartu itu. Ia memberikan senyum kesedihan dan melanjutkan untuk menandatangani kartu-kartu itu. Saya tidak akan pernah mengerti bagaimana Ia dapat melakukannya secepat itu, tetapi hal cepat berikutnya adalah saya mendengar Ia sudah berada di arsip terakhir dan kembali ke sisi saya. Ia meletakkan tangan-Nya ke atas pundak saya dan berkata, "Sudah Selesai."
Saya berdiri dan Ia menuntun saya keluar dari ruangan. Tidak ada kunci pada pintu itu. Masih ada kartu-kartu lain yang akan ditulis dalam sepanjang hidup saya.


By : Joshua Harris 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar